Rabu, 23 Maret 2011

Perdagangan manusia (Human Trafficking)

Dewasa kini permasalahan yang menyita perhatian masyarakat internasional adalah kejahatan transnasional yang melibatkan perdagangan/ penyelundupan orang (human trafficking) dari suatu negara ke negara lain. Di Indonesia Isu human trafficking belum menjadi perhatian serius pemerintah untuk segera diselesaikan, padahal Indonesia menjadi salah satu negara “pengekspor” manusia kenegara lain dalam jumlah besar sehingga praktik eksploitasi manusia melalui human trafficking sangat rentan terjadi pada masyarakat Indonesia. Selain dampak kemanusiaan tersebut, perdagangan manusia juga berdampak pada hubungan antar negara yaitu pelanggaran kedaulatan perbatasan antar negara karena perdagangan manusia adalah aktifitas lalu lintas orang antar negara secara illegal.
Untuk mengurai praktek ini sepatutnya pemerintah bekerja keras dengan memasukan isu perdagangan manusia menjadi skala prioritas program kerja jangka panjang. Untuk menyelesaikan bisnis yang diperkirakan mampu meraup keuntungan sebesar Rp 32 Triliyun setiap tahunnya ini pemerintah wajib memperhatikan beberapa faktor penyebab praktek perdagangan manusia ini mudah terjadi. Berangkat dari faktor-faktor tersebut diharapkan pemerintah mampu mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan perdagangan manusia ini.
Berdasarkan data yang didapat, terdapat beberapa faktor yang perlu diurai kaitannya dengan penyebab mudahnya praktek perdagangan manusia berlangsung. Pertama, lemahnya pengawasan di daerah perbatasan. Kedua, lemahnya sistem administrasi pada unsur pemerintah terkait dan ketiga, lemahnya political will pemerintah. Faktor pertama yaitu lemahnya pengawasan di daerah perbatasan berdampak pada suburnya tindak kejahatan perdagangan manusia ini. terlebih pendekatan yang dilakukan selama ini lebih kepada aspek keamanan bukan pada kesejahteraan masyarakat. Sehingga secara tidak langsung membangun karakter masyarakat di perbatasan untuk cenderung tidak peduli pada kegiatan yang berlangsung di daerah perbatasan, termasuk mengawasi lalu lintas perbatasan. Tentunya hal ini menjadi sumber masalah yang dapat menurunkan rasa kebangsaan dan kedaulatan negara.
Faktor kedua yaitu lemahnya sistem administrasi pada unsur pemerintah/keimigrasian, modus yang terjadi adalah perdagangan manusia selalu identik dengan pencari kerja, korban dijanjikan untuk diberangkatkan kerja, dengan membuat paspor kunjungan biasa (wisata) yang berlaku beberapa bulan. Namun sesampainya di negara tujuan, korban bekerja ditempat yang tidak diketahui. Praktek perdagangan manusia ini sulit terdeteksi, pihak imigrasi sebagai pintu utama pun sulit mendeteksi kejahatan ini karena korban memiliki kelengkapan persyaratan administrasi seelumnya.
Faktor ketiga yaitu lemahnya political will dari pemerintah. Minimnya regulasi untuk mencegah praktek perdagangan manusia belum menjadi prioritas. Sebagai contoh, kasus terbesar praktek perdagangan manusia saat ini terjadi pada hubungan tenaga kerja Indonesia di negara Malaysia. Hampir 1 jutaan orang Indonesia menjadi tenaga kerja Ilegal di negara tersebut. kondisi ini memungkinkan praktik eksploitasi mudah terjadi. Hingga saat ini tindakan nyata dari pemerintah hanya menunda pengiriman TKI yang sesungguhnya tidak efektif karena tenaga kerja tersebut perlu dicarikan lapangan pekerjaan lain, dan juga mendesak pemerintah untuk melakukan revisi MOU yang pernah dibuat agar mengatur mengenai pelarangan tenaga kerja tidak resmi.
Berdasarkan permasalahan tersebut ada beberapa alternatif solusi yang sebenarnya bisa dilakukan oleh permerintah. Pertama, Mendorong pemerintah pusat maupun daerah untuk segera menciptakan lapangan pekerjaan di dalam negeri sehingga alternatif mencari pekerjaan diluar negeri dapat ditekan seminimal mungkin. Terkait dengan peran pemerintah, pihak imigrasi wajib lebih tanggap dan teliti dalam mengawasi warga yang masuk maupun keluar negeri, hal ini agar praktek dokumen resmi tapi untuk kegiatan illegal dapat ditekan. Keudian kerja sama Pihak kepolisian dan masyarakat dalam hal ini LSM untuk secara aktif menangani kasus-kasus perdagangan manusia. Dan juga, menindak tegas setiap perusahaan yang berpeluang terhadap praktik perdagangan manusia yang kerap tidak memperhatikan prosedur.
Kedua, ditambah mengenai kewenangan kewenangan daerah, khususnya terkait dengan wilayah perbatasan yang sebelumnya menjadi kewenangan pusat karena terkait dengan keamanan dan pertahanan. Perdagangan manusia terjadi karena pengelolaan wilayah perbatasan yang sangat buruk, oleh sebab itu, alternative pilihan tersebut adalah penambahan anggaran penanggulangan perdagangan manusia oleh pusat atau memberikan kewenangan lebih pemerintah daerah untuk terjun langsung menanggulanginnya. Asumsi dasar apabila tanggung jawab diberikan kepada pemerintah daerah, selain lebih mengetahui kondisi daerahnya pemerintah daerah dapat langsung bekerja untuk Mengintegrasikan seluruh komponen yang ada meliputi koordinasi diantara pemerintahan di tingkat desa, kabupaten/kota untuk menggalakan penyelesaian perdagangan manusia.
Ketiga, Pembangunan infrastruktur dan fasilitas sistem pengamanan di kawasan perbatasan mutlak harus dilaksanakan. Artinya dalam menanggulangi perdagangan manusia pemerintah wajib melakukan pendekatan kesejahteraan kepada masyarakat wilayah perbatasan disamping tetap mempertahankan pendekatan keamanan. Masih buruknya kedua hal tersebut memberikan peluang bagi sindikat kejahatan untuk mencari keuntungan.

Sumber: Pusat pengkajian, pengolahan data, dan informasi Setjen DPR RI.