Sabtu, 13 September 2008

Bantuan Langsung Tunai yang Rawan Konflik


Rawannya kenaikan harga minyak dunia yang tak pasti membuat pemerintah harus pintar menyesuaikan APBN-nya. Defisit sebesar Rp 35 miliar APBN menjadi alasan pemerintah dalam manaikan harga bahan bakar minyak (BBM), karena jika tidak dinaikan maka defisit akan terus membengkak sejalan dengan merangkaknya harga Minyak dunia. Konsekuensi dari kebijakan menaikan harga BBM ini pastinya akan memberatkan masyarakat miskin sebagai mayoritas penduduk bangsa ini..

Berdasarkan kondisi tersebut Kebijakan pemerintah SBY-JK terhadap masyarakat miskin melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT) plus sebesar Rp 100.000 per kepala keluarga miskin sebagai bentuk tanggung jawab sosial pemerintah terhadap rakyatnya, akan tetapi patut disadari kebijakan tersebut berkorelasi kepada dua aspek, aspek pertama menjadikan masyarakat tidak mandiri/ membuat masyarakat tidak produktif karena selalu meminta, dan dirasakan kurang mendidik masyarakat. Aspek kedua harus disadari juga, kebijakan tersebut menjadi celah yang dapat dimanfaatkan bagi siapapun musuh politiknya, yang dapat berdamapak pada instabilitas politik pada akhirnya rakyat juga yang menjadi korban.

Sebenarnya Esensi dari makna “bantuan” syarat dengan perubahan suatu kondisi dari yang awalnya buruk menjadi lebih baik, dari yang terpuruk menjadi bangkit, dari yang salah menjadi benar. apabila kita memaknai kata “bantuan” sebagai alat untuk mensejahterakan maka hal tersebut telah keluar dari makna sejatinya, karena kesejahteraan dapat terwujud berdasarkan kemandirian, komitmen, serta usaha manusia itu sendiri.

Hemat saya Kebijakan BLT-ini dirasakan hanya mampu menjawab krisis yang sifatnya jangka pendek bukan menjawab krisis pada dasarnya. Berkaca pada tahun 2005, program BLT hanya menciptakan rasa ketidakadilan pada rakyat miskin. Terdapat kecemburuan sosial yang berdampak pada konflik horizontal masyarakat miskin dengan masyarakat miskin. Kondisi tersebut berkorelasi dengan meningkatnya jumlah konflik dalam masyarakat, apalagi faktor ketakutan pejabat di daerah dalam menyalurkan bantuan terebut membuat masyarakat miskin tidak dapat mengakses haknya

Solusi terbaik hemat saya Pemerintah wajib membuat solusi jangka panjang yang diproyeksikan menciptakan masyarakat yang mandiri. Masyarakat yang mampu, dengan tidak selalu berpangku tangan kepada pemerintah. Pertama, pemerintah dapat mengalokasikan dana BLT tersebut kedalam pembentukan unit-unit usaha baru yang nantinya dapat menggerakan perekonomian masyarakat. Unit-unit tersebut dapat menyerap masyarakat sehingga masyarakat dapat memiliki sumber-sumber pendapatan untuk memenuhi segala kebutuhanya. Kedua, pemerintah wajib wajib merombak seluruh regulasi yang merugikan rakyat seperti Undang-undang penanaman modal dan kepemilikan perusahaan besar. Dengan demikian masyarakat mampu berinovasi dalam mengembangkan segala kegiatan usahanya tanpa memikirkan kalah bersaing dengan perusahaan asing. Rencana seperti itulah seyogyanya yang mendominasi dalam aspek filosophis setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.

Tidak ada komentar: