Sabtu, 13 September 2008

Masa Depan Kepemimpinan Ekonomi di Indonesia


Hampir 10 tahun bergulirnya Reformasi di Indonesia ternyata tak memberikan dampak positif bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Malahan yang terjadi penduduk miskin Indonesia semakin meningkat jumlahnya dari 35 juta menjadi 45,7 juta jiwa (BPS). Hal ini sangatlah kontradiktif dengan Sumber Daya Alam melimpah yang dimiliki oleh negara Indonesia, yang seharusnya bisa menopang kesejahteraan rakyat Indonesia.

Demokrasi Prosedural

Apabila kita cermati fenomena yang terjadi 10 tahun terakhir di Indonesia. Demokrasi prosedural begitu pesat berkembang di Indonesia, namun tak berbanding lurus dengan kesejahteraan. Seperti pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2004 yaitu pemilihan pertama anggota parlemen dan presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilihan umum 2004 pun juga yang mengantarkan Indonesia sebagai Negara ke-3 terdemokratis di dunia setelah Amerika Serikat dan India (Kompas, 3/5/2005). Demokrasi prosedural ini sarat dengan berbagai kepentingan pihak tertentu, khusunya partai politik. Yang menginginkan eksistensi partainya dalam kekuasaan. Tak jarang fungsi dari partai politik itu sendiri sering diabaikan. Yang salah satunya sebagai wadah aspirasi masyarakat. Pun juga, kemapanan system demokrasi prosedural ini dijadikan ranah kepantingan bagi para pemilik modal dalam bidang ekonomi.

Kendati pemilihan presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, Pemilu tersebut tak berhasil memunculkan pemimpin kuat yang dapat mengatasi permasalahan Indonesia. Bermodal legitimasi kuat dari rakyat Indonesia, sudah seharusnya pemimpin berpihak kepada rakyat. bukan menyengsarakan rakyat dengan berbagai kebijakan. Seperti, menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Impor beras, serta kenaikan tarif dasar listrik, yang malah menciptakan kondisi perekonomian baik secara makro maupun mikro terguncang hebat. Inflasi yang tinggi menyebabkan Harga dasar kebutuhan pokok merangkak naik, kondisi ini sangatlah tidak menguntungkan posisi rakyat kelas bawah sebagai mayoritas. Sejatinya, dalam demokrasi, harus adanya keterkaitan antara kesejahteraan rakyat dengan Pemilihan Pimpinan.

Menurut penulis, permasalahan dasar yang dihadapi oleh bangsa ini terletak pada sosok pemimpinnya. Bermodal legitimasi penuh dari rakyat, sudah seharusnya pemimpin berpihak kepada rakyat bukan kepada golongan tertentu. Hal inilah yang terjadi pada duet kepemimpinan SBY-JK, posisinya sebagai ketua partai menjadikan keduanya harus lebih mendengarkan aspirasi partainya jika mau aman di parleman, bukan kepada rakyat sebagai pemilihnya.

Tentunya tantangan terbesar masyarakat Indonesia dalam menghadapi pesta demokrasi pemilu 2009, ialah tidak boleh salah dalam memilih pemimpinya sendiri. Pemilih harus secara rasional menentukan pemimpinnya yang berkualitas, bukan dengan “iming-iming” beras. Kedepannya dalam memecahkan permasalahan ekonomi secara mikro seorang pemimpin haruslah memiliki karakter yang kuat, visioner serta keberpihakanya pada pelaku usaha kecil. Melalui pemberdayaan koperasi-koperasi dan memberikan bantuan kredit usaha pada pelaku ekonomi tingkat bawah dari tingkat desa hingga kabupaten/kota. Hal ini sebagai cara dalam menggerakan perekonomian kelas bawah.

Dalam kaitanya menggeliatkan pasar ekonomi masyarakat, pemimpin berikutnya wajib berani menciptakan regulasi-regulasi yang pro rakyat. Dengan mempertegas batas-batas keberadaan perusahaan besar, demi tertopangnya ekonomi tradisional. Sebagai contoh pembangunan Carrefur, alfa mart, Makro yang berorientasi profit wajib mengikuti standar pendirian bangunan di wilayah tertentu, sebagai tindakan preventif agar perekonomian wilayah tersebut tidak terjadi ketimpangan antara perusahaan tradisonal dengan perusahaan besar. Dalam strategi perekonomian makro, pemimpin berikut harus berani mengambil alih (Nasionalisasi) aset-aset yang dikuasai oleh asing, sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam pemerataan pembangunan. Serta, pemberantasan KKN yang tidak pandang bulu, agar pengalokasian dana-dana yang seharusnya dialokasikan untuk rakyat dapat tersalurkan dengan tepat.

Tentunya hadirnya pemimpin yang berkualitas ditentunkan oleh rakyat yang berkualitas pula, pendidikan masyarakat sangat penting dalam hal ini. Jika negara ini tak ingin terperosok lebih dalam ke lubang kehancuran, maka kriteria pemimpin tersebut haruslah dimiliki dan dipilih oleh rakyat Indonesia.






Tidak ada komentar: