Jumat, 12 September 2008

Quo Vadis Pendidiakan Indonesia?


Membicarakan persoalan pendidikan di Indonesia mungkin tidak akan pernah ada akhirnya. Permasalahan dunia pendidikan di Indonesia datang silih berganti. Antara lain, permasalahan pro kontra pelaksanaan Ujian Nasional, Standarisasi Nilai Kelulusan dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum, Pemotongan dana Bantuan Operasional Siswa atau yang dikenal Danan BOS, Sampai pada isu Badan Hukum Perguruan Tinggi. Semua permasalahan tersebut mencerminkan ketidakmampuan aparatur pemerintah dalam menciptakan Blue-print (cetak-biru) khusunya dalam bidang pendidikan. Pertanyaanya adalah, apakah penyebab utama semua permasalahan tersebut?.

Apabila kita kembali pada substansi pendidikan itu sendiri, seyogyanya pendidikan memiliki peran dalam menumbuh-kembangkan sikap, perilaku serta pola pikir individu dalam kehidupan sehari-hari. Ketika permasalahan pendidikan ini terus diabaikan, maka yang akan terjadi ialah terciptanya suatu kondisi yang menurut Syahrir ialah kebodohan terselubung. Kebodohan yang terkonstruksi secara di sengaja oleh pihak penguasa guna mepertahankan kekuasaanya. Untuk itu, sepatutnya pemerintah sebagai pihak berwenang bertanggung jawab bagi terciptanya pendidikan yang berkeadilan bagi semua orang.

Implikasi modernisasi

Sejak isu Modernitas digulirkan pada akhir tahun 1948 oleh Amerika Serikat, yang pada saat itu sebagai tindakan antisipasi meluasnya faham Komunis Uni Soviet. Telah membawa terjadinya perubahan paradigma setiap negara pada saat itu khususnya negara yang baru merdeka. Bahwa, Perubahan menuju bentuk masyarakat modern, merupakan suatu yang tidak dapat dihindari. Karena perubahan sosial bergerak searah garis lurus, masyarakat berkembang dar masyarakat perimitif menuju masyarakat maju (teori Evolusi). Pemikiran mengenai modernisasi ini terus disebarluaskan ke seluruh negara, dengan tujuan agar setiap negara mau mengikuti keinginan Amerika Serikat.

Implikasi kebijakan pembangunan yang harus diikuti antara lain (1)Teori modernisasi membantu memberikan secara implisit pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak belakang antara hubungan tradisional dan modern. (2)Teori modernisasi menilai ideologi komunis sebagai ancaman bagi pembangunan negara dunia ketiga. Teori modernisasi menyarankan agar dunia ketiga melakukan pembangunan ekonomi, mengganti nilai-nilai tradisional, dan melembagakan demokrasi politik (3)Teori Modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang bantuan asing, khususnya dari Amerika Serikat.

Di dalam proses perkembangan menuju negara modern, Proses dialektika setiap negara diwujudkan dalam suatu tindakan dalam bisang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Ke empat bidang tersebut dalam kebijakanya tidak terlepas dari intervensi Amerika Serikat dan eropa barat sebagai negara pendonor. Kepentingan negara-negara maju dalam menciptakan kekuatan global, mengharuskan terjadinya pola sinergitas yang tidak berimbang antara negara donor dan negara yang diberikan donor. Sehingga, dampaknya negara maju mendikte negara lemah dalam hal kebijakan yang menyangkut hajat orang banyak

Realitasnya

Situais tersebut, saat ini tengah dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. kebijakan-kebijakan untuk rakyat, yang dibiayai oleh APBN “terpotong” dikarenakan setengah alokasi dana APBN digunakan untuk membayar hutang Luar negeri yang jumlahnya hampir $200 milyar. Ironis memang.

Kondisi ini berdampak di berbagai dimensi kehidupan rakyat, khusunya dunia pendidikan. antara lain:

(1)Pada zaman Globalisasi, Kini neoliberalisme tak bisa dipisahkan dari apa yang disebut Gosovic dengan global intellectual hegemony. Pendidikan menjadi sebuah muara dalam merubah tindakan dan pola pikir individu di suatu negara. Kebebasan Individu diproyeksikan mengalahkan kebebasan kolektif. Sehingga Pendidikan “ala” noliberalisme menciptakan sebuah pertarungan yang mengharuskan ada sang pemenang dan sang pecundang. sebagaimana kita ketahui, kadang kita sering lupa bahwa neoliberalisme di desain hanya untuk yang kuat. Bukan untuk yang lemah. Berarti sudah jelas jawabnya, paradigma arah pendidikan saat ini lebih diorientasikan kepada individu yang mapan secara materi akan menjadi pemenang. Tidak kepada orang yang miskin yang akan menjadi pecundang.

(2) Jumlah penduduk yang sangat besar, menjadi modal bagi pembangunan secara nasional. Asalkan Sumber Daya Manusia yang berada didalamnya memiliki kualitas yang baik. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, dibutuhkan perencanaan dan pemikiran yang matang. Yang dikaitkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Kebijakan pemerintah dalam menggelar Ujian Nasional kepada seluruh Institusi pendidikan dinilai tidak mewakilkan keadilan bagi seluruhnya. Perbedaan wilayah antara barat dengan timur dalam hal pembangunan, menunjukan ketimpangan dalam segi ekonomi dan infrastruktur. yang terjadi penyetaraan standar nilai dengan mngesampingkan perbedaan kualitas sekolah. Sehingga berdampak pada tingginy siswa yang tidak lulusi. Bahkan yang berkembang demi prestise, sekolah “kongkalikong” meluluskan muridnya. Apakah ini yang diharapkan?

(3) permasalahan Badan hukum Perguruan Tinggi (BHP)saat ini sedang menjadi buah bibir. Wacana liberalisasi pendidikan seolah-oleh ditutupi oleh pemerintah dengan dalih kemandirian kampus. Yang sebenarnya menyerahkan pendidikan kita kepada pihak asing. Dampak yang bakal terjadi apabila hal itu terlaksana ialah pengikisan nilai-nilai budaya local, karena yang akan lebih berkembang budaya modern. Karena lebih berorientasi kepada pasar, maka sistem ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pemilik modal atau orang kaya. Sehingga yang terjadi, lebih pada nilai materi (uang) bukan kepada kualitas. Apabila semua permasalahan ini dibiarkan, maka tidak dapat dihindari bahwa kita akan menjadi buruh di negeri sendiri seperti apa yang dikatakan sastrawan Pramoedya.

keberanian

Dapat dibayangkan apabila dunia pendidikan terus digerus oleh ombak neoliberalisme. Para generasi berikutnya sudah diambang “liang Lahat kahancuran” karena pendidikan tidak dapat memberikan rasa keadilan bagi orang miskin . ada beberapa solusi yang dapat dilakukan terkait denganp ermasalahan ini. akan tetapi menurut hemat penulis, dibutuhkan dua modal dalam menuntaskan keadilan pendidikan. (1) dalam kaitanya sitem pendidikan, diperlukanya perencanaan penetapan kurikulum yang berbasis nilai agama dan umum. Karena selama ini dirasakan kurikulum pendidikan kita, selalu mndikotomikan ke dua hal tesebut. Apabila ke dua hal tersebut dapat termodifikasikan dengan baik, out put yang diharapkan akan mampu mengimplementasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari atau umum. (2) kekacauan ini terjadi akibat kepemimpinan yang lemah, yang tidak memiliki keberanian dalam bertindak dan bersikap. Sehingga yang terjadi negara Indonesia hanya bisa “mengangguk” terhadapa negara maju. Untuk itu, kepemimpinan menjadi sangat penting karena kebijakan berada pada keputusanya. Kita semua berharap akan ada pemimpin yang berani dengan moral yang baik dapat memimpin dunia pendidikan di Indonesia.



























Tidak ada komentar: